kadar air

Written on 11.39 by rain

Kadar Air

1. Debit

Data debit atau aliran sungai merupakan informasi yang paling penting bagi pengelola sumberdaya air. Debit puncak (banjir) diperlukan untuk merancang bangunan pengendali banjir. Sementara data debit aliran kecil diperlukan untuk perencanaan alokasi (pemanfaatan) air untuk berbagai macam keperluan, terutama pada musim kemarau panjang. Debit aliran rata-rata tahunan dapat memberikan gambaran potensi sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan dari suatu daerah aliran sungai.

Debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt). Dalam laporan-laporan teknis, debit aliran biasanya ditunjukkan dalam bentuk hidrograf aliran. Hidrograf aliran adalah suatu perilaku debit sebagai respon adanya perubahan karakteristik biogeofisik yang berlangsung dalam suatu DAS (oleh adanya kegiatan pengelolaan DAS) dan atau adanya perubahan (fluktuasi musiman atau tahunan) iklim lokal (Asdak, 1995).

(http://www.geocities.com).

Laju aliran permukaan adalah jumlah atau volume air yang mengalir pada suatu titik per detik atau per jam, dinyatakan dalam m3 per detik atau m3 per jam. Laju aliran permukaan dikenal juga dengan istilah debit. Besarnya debit ditentukan oleh luas penampang air dan kecepatan alirannya, yang dapat dinyatakan dengan persamaan :

Q = A V

dimana :

Q = debit air (m3/detik atau m3/jam)

A = luas penampang air (m2)

V = kecapatan air melalui penampang tersebut (m/detik)

(Arsyad, 1989).

Aliran sungai berasal dari hujan yang masuk ke dalam alur sungai berupa aliran permukaan, aliran air di bawah permukaan, aliran air bawah tanah dan butir-butir hujan yang langsung jatuh kedalam alur sungai. Debit aliran sungai akan naik setelah terjadi hujan yang cukup, kemudian akan turun kembali setelah hujan selesai. Gambar tentang naik turunnya debit sungai menurut waktu disebut hidrograf. Bentuk hidrograf suatu sungai tegantung dari sifat hujan dan sifat-sifat daerah aliran sungai yang bersangkutan (Arsyad,2006).

Sebagian besar debit aliran pada sungai kecil yang masih alamiah adalah debit aliran yang berasal dari air tanah atau mata air dan debit aliran air permukaan (air hujan). Dengan demikian aliran air pada sungai kecil pada umumnya lebih menggambarkan kondisi hujan daerah yang bersangkutan.

Sedangkan sungai besar, sebagian besar debit alirannya berasal dari sungai-sungai kecil dan sungai sedang diatasnya. Sehingga aliran air sungai besar tidak mesti menggambarkan kondisi hujan dilokasi yang bersangkutan. Aliran dasar pada sungai kecil terbentuk dari aliran mata air dan air tanah, sedang aliran dasar pada sungai besar dibentuk dari aliran dasar sungai-sungai kecil dan sedang diatasnya (Maryono, 2005).

2. Sedimentasi dan Erosi

Sedimentasi adalah hasil proses erosi, baik hasil erosi permukaan, erosi parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap di bagian bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir, di saluran air, sungai dan waduk. Hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat tertentu. Hasil sedimen biasanya diperoleh dari pengukuran sedimen terlarut dalam sungai (suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung di dalam waduk (Asdak, 1995).

Tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut oleh air dari suatu tempat yang mengalami erosi pada suatu daerah aliran sungai (DAS) dan masuk ke dalam suatu badan air secara umum disebut sedimen. Sedimen yang terbawa masuk ke dalam sungai hanya sebagian saja dari tanah yang tererosi dari tempatnya. Sebagian lagi dari tanah yang terbawa erosi akan mengendap pada suatu tempat di lahan bagian bawah tempat erosi pada DAS tersebut (Arsyad, 2006).

Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi dan terbawa oleh aliran air akan diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat atau terhenti. Peristiwa pengendapan ini dikenal dengan peristiwa atau peroses sedimentasi. Sedimentasi adalah proses yang bertanggung jawab atas terbentuknuya dataran-dataran alluvial yang luas yang banyak terdapat di dunia, oleh karena memberikan keuntungan karena memberikan lahan untuk perluasan pertanian atau pemukiman. Akan tetapi, bagaimanapun juga sedimen yang dihasilkan oleh erosi yang cepat pada tanah-tanah yang salah kelola lebih banyak menimbulkan kerugian atau malapetaka bagi kehidupan manusia. Sedimen menyebabkan pendangkalan badan air tersebut, yang dapat menimbulkan kerugian karena mengurangi fungsi badan air yang mengalami pendangkalan tersebut (Arsyad, 2006).

Tanah yang terangkut oleh erosi umumnya mengandung unsur-unsur atau senyawa kimia dan pestisida dalam jumlah banyak. Bahan-bahan kimia tersebut akan melarut dalam air sungai, air danau, air waduk dan air laut di tepi pantai. Disamping itu sedimen yang melarut ini mengakibatkan kekeruhan yang tinggi, menurunnnya oksigen terlarut sehingga berakibat buruk bagi kehidupan ikan, menyuburkan pertumbuhan gulma air: disamping beberapa unsur yang terlarut bersifat meracun (nitrit dan bahan aktif pestisida) (Hakim dkk, 1986).

Aliran merupakan hal yang prinsip untuk pengangkutan sedimen pada tanah. Endapan-endapannya dapat dilihat hampir disemua tempat disebut alluvium, nama umum untuk pengendapan diluar laut. Sedimen berbeda dari tempat ke tempat lain tergantung pada tipe alirannya, energi yang tersedia untuk kerja dan sifat dari bahan sedimen (Munir, 1996).

Lahan kritis di Indonesia telah mencapai 28 juta hektar yang terdapat di kawasan hutan dan non-hutan. Namun, pendekatan berdasarkan daerah aliran sungai mempunyai potensi baik untuk dijadikan basis pengelolaan lahan kritis itu.

Hal ini beranjak dari kenyataan bahwa terjadinya erosi bisa diketahui dengan perubahan pola aliran sungai. Hingga sekarang ini, dengan pendekatan DAS (daerah aliran sungai), diketahui bahwa hampir semua sungai besar di tanah air dapat digolongkan kedalam DAS-DAS kritis. Bukti dari hal ini adalah terjadinya banjir kiriman yang melanda banyak daerah aliran sungai di seluruh tanah air yang merusak tidak hanya daerah pemukiman penduduk tetapi areal pertanian. Sebagai misal, banjir yang melanda beberapa kecamatan Indragiri Hilir, Jambi, dan Palembang sekitar bulan desember 1991 dan 1992 (Rahim,2003).

Kebanyakan lembah sungai berpenduduk padat dan tanah digunakan secara intensif. Potensi untuk penggunaan pertanian sangat bergantung pada keadaan hidrologi, keserasiannya untuk dialiri, bahaya kegaraman dan kesuburan tanah. Oleh karena itu di bagian hulu oleh kebanyakan daerah tadahan pembabatan hutan meningkat maka lepas sungai meningkat pula dan acapkali menyulitkan pengendalian banjir. Penghutanan kembali dan perlindungan hutan di daerah tadahan mutlak penting pada banyak negeri (Buringh, 1993).

3. Ph

pH adalah derajat keasaaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Yang dimaksudkan "keasaman" di sini adalah konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam pelarut air.

Nama pH berasal dari potential of hydrogen. Secara matematis, pH didefinisikan dengan :

pH = − log10[ H+ ]

Nilai pH berkisar dari 0 hingga 14. Suatu larutan dikatakan netral apabila memiliki nilai pH=7. Nilai pH>7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa, sedangkan nilai pH<7>http://id.wikipedia.org/wiki/PH).

Pada aliran air (sungai) alamiah, pembentukan pH dalam aliran air tersebut sangat ditentukan oleh reaksi karbondioksida. Besarnya angka pH dalam suatu perairan dapat dijadikan indikator adanya keseimbangan unsur-unsur kimia dan dapat mempengaruhi ketersediaan unsur-unsur kimia dan unsur-unsur hara yang amat bermanfaat bagi kehidupan vegetasi akuatik. pH air juga mempunyai peranan penting bagi kehidupan ikan dan fauna lain yang hidup di perairan tersebut. Umumnya, perairan dengan tingkat pH yang lebih kecil daripada 4,8 dan lebih besar daripada 9,2 sudah dapat dianggap tercemar (Asdak, 1995).

Tingkat keasaman air atau sering juga dikatakan sebagai kekuatan asam (pH) termasuk parameter kualitas air. Air yang belum terpolusi biasanya berada pada skala Ph 6,0-8,0. Sebagai contoh, air hujan mempunyai pH sekitar 5,6, air laut pH 8,1, dan pH air di bawah pH 5,0 dinyatakan sebagai air tepolusi. Besar pH air dapat diukur dengen menggunakan pH meter (Situmorang, 2007).

Nilai pH 7 dikatakan netral karena pada air murni ion H+ terlarut dan ion OH- terlarut (sebagai tanda kebasaan) berada pada jumlah yang sama, yaitu 10-7 pada kesetimbangan :

H2O = H+ + OH-

Penambahan senyawa ion H+ terlarut dari suatu asam akan mendesak kesetimbangan ke kiri (ion OH- akan diikat oleh H+ membentuk air). Akibatnya terjadi kelebihan ion hidrogen dan meningkatkan konsentrasinya.

Umumnya indikator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya rendah Selain mengunakan kertas lakmus, indikator asam basa dapat diukur dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit / konduktifitas suatu larutan (http://id.wikipedia.org/wiki/PH).

4. BOD

Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi.

Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama organisme tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi yang harnpir sama dengan kondisi yang ada di alam

(http://www.oseanografi.lipi.go.id/download/ose_xxx3_oksig.pdf).

BOD (Biochemical Oxygen Demand) artinya kebutuhan oksigen biokimia yang menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi oksidasi oleh bakteri. Sehingga makin banyak bahan organik dalam air, makin besar B.O.D nya sedangkan D.O (oksigen terlarut) akan makin rendah. Air yang bersih adalah yang B.O.D nya kurang dari 1 mg/l atau 1ppm, jika B.O.D nya di atas 4ppm, air dikatakan tercemar (Pustekkom©2005).

BOD (Biochemical Oxygen Demand) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Jadi nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi (Fardiaz, 1992). Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan mengoksidasi air pada suhu 200C selama 5 hari, dan nilai BOD yang menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan setelah inkubasi. Pengukuran selama 5 hari pada suhu 200C ini hanya menghitung sebanyak 68 % bahan organik yang teroksidasi, tetapi suhu dan waktu yang digunakan tersebut merupakan standar uji karena untuk mengoksidasi bahan organik seluruhnya secara sempurna diperlukan waktu yang lebih lama, yaitu mungkin sampai 20 hari, sehingga dianggap tidak efisien.

Uji BOD mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya adalah :

1) Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahanbahan organik atau bahan-bahan tereduksi lainnya yang disebut juga “intermediate oxygen demand”.

2) Uji BOD memerlukan waktu yang cukup lama yaitu minimal 5 hari.

3) Uji BOD yang dilakukan selama 5 hari masih belum dapat menunjukkan nilai total BOD melainkan hanya kira kira 68 % dari total BOD.

4) Uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat di dalam air, sehingga hasil uji BOD menjadi kurang teliti.

Air yang hampir murni memiliki nilai BOD kira-kira 1 ppm, dan air yang mempunyai nilai BOD 3 ppm masih dianggap cukup murni, tetapi kemurnian air ini diragukan jika nilai BODnya mencapai 5 ppm atau lebih (Fardiaz, 1992).

5. COD

Untuk mengetahui jumlah bahan organik didalam air dapat dilakukan suatu uji yang lebih cepat daripada uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi kimia dari suatu bahan oksidan. Uji tersebut disebut uji COD (chemical oxygen demand), yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan, misalnya kalium dikhromat, untuk mengoksidasi bahan-bahan organic yang terdapat didalam air.

Uji COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi daripada uji BOD karena bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Sebagai contoh, selulosa sering tidak terukur melalui uji BOD karena sukar dioksidasi melalui reaksi biokimia, tetapi dapat terukur melalui uji COD. 96 % hasil uji COD yang dilakukan selama 10 menit kira-kira akan setara dengan hasil uji BOD selama 5 hari.

Adanya senyawa khlor selain mengganggu uji BOD juga dapat mengganggu COD karena khlor dapat bereaksi dengan kalium dikhromat. Cara pencegahannya adalah dengan menambahkan merkuri sulfat yang akan membentuk senyawa kompleks dengan khlor, jumlah merkuri yang ditambahkan harus kira-kira sapuluh kali jumlah khlor di dalam contoh (Fardiaz, 1992).

Pengujian COD dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa organic yang dapat dioksidasi di dalam air tetapi dengan menggunakan senyawa kimia sebagai sumber oksigen. Senyawa kimia yang digunakan sebagai oksidator adalah pengoksida kuat kalium bikromat (K2Cr2O7), karena senyawa ini akan dapat mengoksidasi senyawa organik menjadi senyawa CO2 dan H2O dengan persamaan

reaksi

CxHyOz + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + Cr3+

Penentuan COD di laboratorium dilakukan secar titrasi, dimana banyaknya bikromat yang diperlukan dalam reaksi adalah setara dengan banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik. Dalam reaksi ini senyawa bikromat adalah sebagai sumber oksigen untuk mengoksidasi senyawa organik. Kelebihan penentuan COD adalah sangat cepat, yaitu hanya dibutuhkan waktu 1 – 2 jam untuk analisis (Situmorang, 2007).

6. Suhu Air

Air sering digunakan sebagai medium pendingin dalam berbagai proses industri. Air pendingin tersebut setelah digunakan akan mendapatkan panas dari bahan yang didinginkan, kemudian dikembalikan ke tempat asalnya yaitu sungai atau sumber air lainnya. Air buangan tersebut mungkin mempunyai suhu lebih tinggi dari suhu asalnya. Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut :

1) Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun.

2) Kecepatan reaksi kimia meningkat.

3) Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.

4) Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya akan mati.

(Fardiaz, 1992)

Aktivitas manusia di dalam industri seperti pada pengoprasian peralatan industri membutuhkan air sebagai bahan pendingin mesin-mesin, sehingga suhu air buangan yang berasal dari industri menjadi lebih panas bila dibandingkan dengan suhu air yang terdapat di lingkungan asalnya. Mengalirkan air yang berasal dari buangan industri dalam keadaan panas ke dalam air buangan akan meningkatkan suhu air. Apabila suhu air meningkat maka kelarutan oksigen di

dalam air juga akan semakin menurun. Perubahan panas yang sangat besar pada air yang disebabkan oleh industri sangat berbahaya terhadap kehidupan organism di dalam air karena sangat sedikit kehidupan air yang tahan terhadap air panas. Akan tetapi, apabila perubahan panas ini hanya disebabkan oleh perubahan musim, misalnya musim panas dan musim dingin, maka prubahan panas ini masih bisa ditoleransi oleh beberapa jenis makhluk hidup di dalam air. Kenaikan suhu air dapat meningkatkan daya mematikan (daya racun) senyawa kimia di dalam air

(Situmorang, 2007).

Secara umum, kenaikan suhu perairan akan mengakibatkan kenaikan aktivitas biologi, dan pada gilirannya, memerlukan lebih banyak oksigen di dalam perairan tersebut. Hubungan antara suhu air dan oksigen biasanya berkorelasi negativ, yaitu kenaikan suhu di dalam air akan menurunkan tingkat solubilitas oksigen dan dengan demikian menurunkan kemampuan organisme akuatis dalam memanfaatkan oksigen yang tersedia untuk berlangsungnya proses-proses biologi di dalam air.

Kenaikan suhu air suatu perairan alamiah umumnya disebabkan oleh aktivitas penebangan vegetasi di sepanjang tebing aliran air tersebut. Dengan adanya penebangan atau pembukaan vegetasi di sepanjang tebing aliran tersebut mengakibatkan lebih banyak cahaya matahari yang dapat menembus ke permukaan aliran air tersebut dan, pada gilirannya akan meningkatkan suhu didalam air (Asdak, 1995).

7. Kualita air / Baku Mutu Air

Berdasarkan PP no 82 tahun 2001 pasal 8 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, klasifikasi dan kriteria mutu air ditetapkan menjadi 4 kelas yaitu:

Kelas 1 : yaitu air yang dapat digunakan untuk bahan baku air minum atau peruntukan lainnya mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut

Kelas 2 : air yang dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, budidaya ikan air tawar, peternakan, mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Kelas 3 : air yang dapat digunakan untuk budidaya ikan air tawar, peternakan, pertanian, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Kelas 4 : air yang dapat digunakan untuk mengairi pertanaman/pertanian, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. (Situmorang, 2007).

Standar kualitas air minum yang pertama kali dibuat oleh manusia adalah bebas dari kekeruhan, rasa dan bau. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, kini manusia telah membuat standar kualitas air minum yang layak untuk diminum serta tidak berdampak negativ bagi kesehatan. Di Indonesia standar kualitas air ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor : 20 Tahun 1990 yang menetapkan kualitas air melalui 4 golongan yaitu:

1) Kualitas air golongan A sebagai baku mutu air untuk air minum tanpa pengolahan terlebih dahulu.

2) Kualitas air golongan B sebagai baku mutu air untuk air baku.

3) Kualitas air golongan C sebagai baku mutu air untuk perikanan dan peternakan.

4) Kualitas air golongan D sebagai baku mutu air untuk keperluan pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk usaha di perkotaan, industri, Pembangkit Listrik Tenaga Air.

(http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=16610).

Agar air layak untuk dikonsumsi sebagai air minum maka air yang berasal dari berbagai jenis sumber air harus terlebih dahulu diolah. Secara umum, pengolahan air dapat digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu (1) pengolahan untuk keperluan domestik misalnya air konsumsi rumah tangga, (2) pengolahan untuk keperluan khusus industri, dan (3) pengolahan air untuk layak dibuang ke lingkungan. Tingkat kesulitan pengolahan air untuk konsumsi manusia tergantung pada jenis sumber air. Misalnya, air untuk keperluan domestik harus di desinfektasi untuk menghilangkan mikroorganisme penyebab penyakit dan kesadahan air yang disebabkan oleh kehadiran ion kalsium dan magnesium masih bisa ditoleransi. Akan tetapi, berbeda dengan air yang akan digunakan untuk industri, misalnya untuk pendingin mesin-mesin industri, kesadahan air harus dihilangkan serendah mungkin agar tidak terjadinya pengendapan di dalam mesin dan kehadiran bakteri dan mikroorganisme di dalam air tidak menjadi masalah. Demikian dengan air limbah yang akan dikembalikan kedalam air sungai maka pengolahannya juga harus lebih ketat agar semua senyawa pencemar yang membahayakan lingkungan dapat dihilangkan dan tidak mencemari lingkungan (Situmorang, 2007).

Sungai dan danau yang dijumpai hampir di semua tempat pada mulanya, sebelum mendapat gangguan manusia, mempunyai kualitas air yang bersifat alamia. Debu, mineral-mineral atmosfer dan berbagai macam gas banyak yang terlarut di dalam air hujan yang pada gilirannya akan menentukan status kualitas air alamiah badan air atau sungai tersebut. Mineral dan gas yang umum ditemukan terlarut dala air hujan adalah karbon, sulfur, sodium, kalsium, nitrogen, oksigen dan silikon. Selama barlangsungnya proses intersepsi air hujan, air lolos dan air aliran batang akan membawa serta lebih banyak bahan mineral dan unsur-unsur organik dari tubuh vegetasi (daun dan batang/cabang).

Seiring dengan perjalanan air yang telah bercampur dengan mineral tersebut ke permukaan tanah maka kemudian akan terjadi pencampuran dan pertukaran mineral dan unsur-unsur hara yang bersal dari komponen-komponen fauna dan flora di dalam tanah. Ketika pada akhirnya air tersebut muncul sebagai aliran air sungai, maka unsure-unsur organik dan non-organik yang terlarut dalam aliran sungai tersebut merupakan perwakilan dari unsur-unsur mineral yang ada dalam DAS atau sub-DAS yang menjadi kajian. Komponen-komponen pembentuk status kualitas air akan mengalami perubahan lebih lanjut karena air tersebut akan berinteraksi dengan berbagai jenis vegetasi yang tumbuh di pingirpinggir sungai (riparian vegetation) (Asdak, 1995).

Tabel 1 : Pembagian kelas dengan parameter fisika dan kimia anorganik berdasarkan PP no 82 tahun 2001.



If you enjoyed this post Subscribe to our feed

No Comment

Posting Komentar