PANGAN TRANSGENIK, DAMPAK, DAN CARA

Written on 20.25 by rain



KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
dengan berkat, rahmat, dan anugerah- Nya penulis dapat menyusun makalah dengan
judul “ Pangan Transgenik, Dampak, dan Cara Menyiasatinya “.
Tidak sedikit kesulitan yang penulis alami dalam proses penyusunan makalah ini.
Namun berkat dorongan dan bantuan dari semua pihak yang terkait, baik secara moril
maupun materiil, akhirnya kesulitan – kesulitan tersebut dapat diatasi. Take lupa pada
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada :
1. Orang tua, yakni Mama yang memberikan dukungan materiil dan kasih saying
serta semangat dalam kehidupan ku.
2. Ibu Tita Rialita yang memberikan tugas ini, sehingga saya dapat mengerti tentang
tanaman transgenic.
3. Semua pihak yang membantu yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu
persatu. Terimakasih banyak.
Penulis menyadari bahwa untuk meningkatkan kualitas karya tulis ini penulis
sangat membutuhkan kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan dating. Akhir
kata, besar harapan saya agar makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Jatinangor, Desember 2008
Penulis




PANGAN TRANSGENIK, DAMPAK, DAN CARA
MENYIASATINYA
Ditulis dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah Biologi Jurusan Teknik
Manajemen Industri Pertanian 2008
Oleh :
NAMA : Riando Simbolon
NPM : 240110080040
TEKNIK MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
JATINANGOR
2008





BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang


Pernahkah Anda bayangkan bahwa tomat bisa memiliki gen ikan flonder yang
hanya hidup di kutub bumi, sehingga buah tersebut menjadi tahan dingin? Tidakkah juga
sangat aneh bila tanaman kapas gen-nya bisa disusupi pestisida sehingga bisa membunuh
serangga yang memakan daun atau bunganya? Tapi hal itu sudah terjadi kini. Bahkan
sudah banyak produk lain yang direkayasa genetikanya oleh manusia untuk memenuhi
kebutuhannya yang semakin besar.
Karena kebutuhan manusia akan pangan dan berbagai kebutuhan dasar lainnya
semakin meningkat, maka diperkosalah alam untuk berproduksi melebihi kemampuan
alamiahnya. Hal ini yang kemudian mendorong dikembangkannya berbagai teknologi,
termasuk teknologi rekayasa genetika. Dengan rekayasa genetika manusia bisa
menggabungkan sifat sebuah makhluk hidup dengan makhluk hidup lain yang sangat
berbeda spesies, sifat dan tabiat hidupnya.
Karena alam dipaksa untuk berproduksi melebihi kapasitasnya maka terjadilah
ketidakseimbangan dalam diri dan lingkungannya. Mahluk hidup yang telah direkayasa
genetikanya sangat berpotensi merusak mahluk hidup lain yang hidup di sekeliling dan
berinteraksi dengannya. Bahkan karena tabiat dan pola hidup makhluk tersebut telah
diubah maka alam yang menjadi tempat hidupnya juga berpotensi mengalami kerusakan.
Serangkaian kekhawatiran terhadap terjadinya dampak rekayasa genetika
sangatlah beralasan. Meskipun setiap dikeluarkannya produk transgenik sudah dilakukan
serangkaian uji laboratorium, tapi belum sepenuhnya teruji keamanannya di alam. Tidak
ada standar yang baku untuk mengukur seberapa lama produk transgenik bisa dikatakan
aman dan boleh dikonsumsi. Jika produk tersebut merupakan kebutuhan yang dimakan
manusia, maka bisa jadi proses uji dan pengamatan di alamnya harus seumur manusia
yang mengonsumsinya. Sedangkan umur teknologi rekayasa genetika kini belum genap
25 tahun dan selalu muncul berbagai persoalan dan ekses dari produk transgenik tersebut.
Teknologi rekayasa genetika juga akan menyebabkan ketergantungan petani pada
bibit yang disediakan perusahaan. Berbeda dengan pertanian biasa, padi misalnya, buah
padi (gabah) yang dihasilkan akan dapat dipakai sebagai bibit dan kemudian disemai
kembali oleh petani yang akan menghasilkan tanaman baru. Pada tanaman transgenik,
buah yang dihasilkan tidak dapat digunakan sebagai bibit karena telah diganti sifatsifatnya,
termasuk kemampuan reproduksinya.


1.2. Identifikasi Masalah


Dari latar belakang di atas dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :
1. Sejauh mana potensi tanaman transgenik berpengaruh dalam berbagai kehidupan
masyarakat dunia dan Indonesia?
2. Bagaimana cara mensiati dan menanggulangi dampak dari tanaman transgenik
tersebut?


1.3. Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini adalah telaah pustaka dan
pengumpulan data penunjang dengan langkah – langkah sebagai berikut :
a. Pengumpulan data melaui media internet.
b. Analisis Informasi, yaitu :
1. Klasifikasi data, yaitu pengelompokan data berdasarkan permasalahan yang
dibahas.
2. Klarifikasi data, yaitu membandingkan data yang sama dari sumber yang berbeda
kemudian menentukan data yang dipakai berdasarkan informasi yang akurat.
c. Penulisan makalah dari hasil interpretasi data dari hasil sumber tertulis yang
dirangkai secara sistematis dan logis dalam bentuk makalah.


1.4. Tujuan Penulisan


Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh dan potensi tanaman transgenik memengaruhi berbagai bidang kehidupan
masyarakat dunia dan Indonesia khususnya.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi yang
penting dan menyeluruh tentang tanaman transgenik dan perkembangannya dalam kurun
waktu yang singkat yakni beberapa tahun terakhir serta teknik – teknik terbaru dan cara –
cara mensiati dampak tanaman transgenik dalam berbagai bidang kehidupan.


1.5. Manfaat Penulisan


Dengan penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai tanaman transgenik dan dampak – dampak serta siasat dan
penanggulangan terbaik untuk penyelesaian masalah yang berhubungan dengan
haltersebut.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Mengenal Teknologi Rekayasa Genetika


Teknologi rekayasa genetika merupakan transplantasi atau pencangkokan satu
gen ke gen lainnya dimana dapat bersifat antar gen dan dapat pula lintas gen. Rekayasa
genetika juga diartikan sebagai perpindahan gen. Misalnya gen pankreas babi
ditransplantasikan ke bakteri Escheria coli sehingga dapat menghasilkan insulin dalam
jumlah yang besar. Sebaliknya gen bakteri yang menghasilkan toksin pembunuh hama
ditransplantasikan ke tanaman jagung maka akan diperoleh jagung transgenik yang tahan
hama tanaman. Gen dari sel ambing susu domba ditransplantasikan ke sel telurnya sendiri
yang kemudian ditumbuhkembangkan di dalam kandungan induknya sehingga lahirlah
domba Dolly yang merupakan hewan kloning (cangkokan ) pertama di dunia. Demikian
pula gen tomat ditransplantasikan ke ikan transgenik sehingga ikan menjadi tahan lama
dan tidak cepat busuk dalam penyimpanan.
Rekayasa Genetika (RG), merupakan salah satu teknologi baru dalam bidang
biologi. Salah satu produk RG yang dikenal saat ini adalah tanaman transgenik. Tanaman
ini dihasilkan dengan cara mengintroduksi gen tertentu ke dalam tubuh tanaman sehingga
diperoleh sifat yang diinginkan. Jenis-jenis tanaman transgenik yang telah dikenal
diantaranya tanaman tahan hama, toleran herbisida, tahan antibiotik, tanaman dengan
kualitas nutrisi lebih baik, serta tanaman dengan produktivitas lebih tinggi.
Istilah pangan transgenik merujuk pada pangan yang bahan dasarnya
,mengandung organisme yang telah mengalami rekayasa genetika. Dengan teknologi itu,
gen dari berbagai sumber dapat dipindahkan ke tanaman. Gen bisa berasal dari manusia,
binatang, tumbuhan lain, bakteri, virus, bahkan DNA telanjang yang ditemukan di tanah.
Gen adalah kumpulan asam deoksiribo nukleat (DNA) yang mengatur dan
mengendalikan sifat makhluk hidup. Ada gen yang mengatur mengapa buah tomat ketika
masak berwarna merah, kera memiliki ekor, atau manusia Indonesia berambut hitam.
Bahkan, gen dalam batas-batas tertentu mengendalikan mengapa seseorang cenderung
bertindak agresif dan jahat sedangkan lainnya lemah- lembut.
Hingga saat ini sudah ratusan gen dari berbagai sumber yang berhasil dipindahkan
ke tanaman dan memunculkan ratusan jenis varietas tanamana baru, disebut tanaman
transgenik. Perkembangan teknologi tanaman transgenik mengalami peningkatan cukup
pesat. Pada awal tahun 1988, baru ada sekitar 23 jenis tanaman transgenik yang
diproduksi. Namun pada tahun 1989, terjadi peningkatan menjadi 30 tanaman dan tahun
1990 terdapat 40 tanaman. Sebagian besar tanaman transgenik belum dipasarkan. Hingga
tahun 2000, baru 24 jenis varietas tanaman transgenik dikomersialisasikan di Amerika.
Tahun ini diperkirakan lebih dari 30 varietas tanaman transgenik dipasarkan.
Rekayasa genetika dalam bibit pangan nabati telah berkembang dengan luas begitu pula
produk rekayasa genetika pada hewan misalnya produksi hormon untuk peningkatan
kuantitas maupun kualitas dari pangan hewani. Dengan adanya produk-produk rekayasa
genetika tersebut dapat dikatakan bahwa produk rekayasa genetika khususnya bahan
pangan mengintroduksi unsur toksis, bahan-bahan asing dan berbagai sifat yang belum
dapat dipastikan dan berbagai karakteristik lainnya. Oleh karena itu muncullah berbagai
kekhawatiran dalam menggunakan dan mengkonsumsi bahan pangan transgenik.
Kekhawatiran dapat bersifat ilmiah yang dibuktikan dengan berbagai hasil percobaan,
tetapi ada pula kekhawatiran yang disebut kekhawtiran logika (public anxiety). Misalnya
di Indonesia benalu kopi adalah obat untuk kanker sebab tanaman tersebut menjadi
kanker pada tanaman kopi.


2.2 Teknologi Rekayasa Genetika dan Teknologi Konvensional


Teknologi rekayasa genetika, yang juga disebut bioteknologi modern merupakan
suatu jenis teknologi yang baru dan tentu saja sangat berbeda dengan teknologi
bioteknologi konvensional atau breeding tradisional yang diterapkan sebelumnya.
Breeding tradisional hanya mampu melakukan penyilangan antarorganis- me sejenisnya,
yaitu yang memiliki genetic make-up serupa.
Dalam melakukan tugas itu, para breeder tradisional dengan sengaja atau tidak
sengaja sebetulnya telah mentransfer bukan hanya satu atau dua gen tetapi beberapa
puluh ribu gen. Hal itu merupakan perbandingan yang sangat kontras, bila dibanding
dengan teknologi rekayasa genetika atau rDNA yang mampu mentransfer secara lebih
cermat, yaitu hanya dengan beberapa gen terpilih, yang ditransfer antarspesies sama
sampai antarspesies yang sangat berbeda
Hasil organisme yang telah mengalami rekayasa, yang dilakukan melalui
teknologi pemindahan atau transfer sebuah atau lebih gen antara spesies yang sama atau
yang berbeda itu, disebut transgenik. Beberapa puluh pangan transgenik saat ini telah
berada di pasaran, di antaranya adalah jagung, squash, canola, kedelai dan kapas (kapas
sebetulnya bukan pangan, tetapi dari bijinya dapat diekstraksi menjadi minyak makan
nabati yang bermutu tinggi).
Para pakar rDNA mampu memotong atau mencopot suatu gen yang dikehendaki,
praktis dari setiap organisme hidup apa saja, memindahkan dan menyisipkannya ke
dalam setiap organisme lain apa saja. Sebagai contoh, kini dengan cara yang relatif
mudah manusia dapat memindahkan sebuah gen yang terdapat dalam sel seekor tikus ke
dalam DNA dari sel tanaman selada (lettuce), sehingga jenis tanaman itu lebih kaya
vitamin C-nya, atau memindahkan gen dari sebuah sel binatang cecropia dan moth ke
dalam tanaman apel, sehingga menjadi apel yang tahan terhadap penyakit yang disebut
fire blight yang disebabkan sejenis bakteri yang merusak tanaman buah apel serta pir di
seluruh AS.
Sebetulnya tujuan utama dari teknik breeding tradisional maupun bioteknologi
modern sama saja, yaitu bagaimana caranya agar dapat menyisipkan sebuah gen atau
beberapa gen dari sebuah organisme donor yang membawa atau memiliki sifat-sifat baik
yang dikehendaki ke dalam suatu organisme yang tidak memiliki sifat-sifat (trait)
tersebut.


2.3. Genetic Modified Organism ( GMO)


Dalam jumlah sedikit atau banyak rasanya setiap manusia telah pernah
mengkonsumsi pangan transgenik, khususnya dimulai sejak tahun 1990-an. Data berikut
barangkali dapat digunakan sebagai gambaran bahwa lebih dari 60 persen seluruh pangan
terolah yang dipasarkan di supermarket di seluruh Amerika Serikat, baik itu pizza, chips,
cookies, ice cream, salad dressing, corn syrup, baking powder, tofu, semuanya
mengandung ingredients yang termasuk dalam kategori transgenik, GMF atau GMO.
Karena produk-produk tersebut menggunakan bahan mentah GMO dalam bentuk kedelai,
jagung dan canola serta produk transgenik lainnya.
Selama dasawarsa terakhir, tanaman bioteknologi telah melonjak volumenya dari
tanaman di rumah kaca, ladang percobaan, percontohan, menjadi komoditas perkebunan
dengan skala luar biasa luasnya. Lahan pertanian yang digunakan untuk produksi pangan
transgenik meluas meliputi 130 juta acre yang tersebar di 13 negara di antaranya
Argentina, Canada, RRC, Afrika Selatan, Australia, Jerman dan Spanyol hanya dalam
kurun waktu lima tahun.
Lahan pertanian GMO Amerika Serikat sendiri meningkat 25 kali, dari 3,6 juta
acre pada 1996 mencapai 88,2 juta acre pada 2001. Dan kecenderungannya setiap tahun
akan terus meningkat dengan kecepatan tinggi. Sehingga akan semakin sulit dan mahal
untuk mendapatkan bahan mentah produk pangan non-GMO bagi perkembangan industri
pengolahan pangan di mana saja. Lebih dari 50 jenis tanaman pangan GMO telah lolos
dari uji dan review pemerintah federal AS dan sekitar 100 jenis komoditas GMO baru
sedang mengalami uji lapang.
Negara yang secara rutin mengimpor pangan dari negara-negara produsen pangan
GMO baik dalam bentuk bahan mentah maupun bahan olahan (prepackaged foods),
dipastikan telah banyak mengkonsumsi pangan GMO atau transgenik setiap hari.
Indonesia merupakan salah satu negara pengimpor pangan tersebut.
Dalam memperoleh kemajuan besar di bidang pertanian melalui bioteknoligi,
manusia harus bersyukur kepada gen yang dapat dipinjam dari suatu bakteri yang
biasanya terdapat di lahan-lahan pertanian yang dikenal sebagai Bacillus thuringiensis
yang sering disingkat sebagai Bt saja.
Gen Bt mampu mengkode produksi toksin yang dianggap aman bagi manusia,
tetapi sangat efektif mematikan jenis serangga tertentu, termasuk European corn borer,
suatu jenis serangga yang mampu membuat terowongan dengan cara mengebor batang,
tongkol jagung daun, dan bijinya, sehingga mendatangkan banyak kerugian bagi petani
jagung.
Begitu efektifnya Bt tersebut sehingga petani organik menggunakannya sebagai
insektisida alami selama berpuluh-puluh tahun. Bila ulat-ulat dari serangga corn borrer
tersebut menggigit dan makan daun, batang dan biji jagung dari jenis Bt, toksin yang
diproduksinya akan menyerang saluran pencernaan ulat-ulat tersebut dan ulat-ulat itu
akan mati setelah beberapa hari.
Jagung-jagung Bt ternyata juga tahan melawan corn root worm (cacing akar
jagung) sejenis hama jagung yang biasanya mendatangkan kerugian miliaran dolar AS
setiap tahun, dan telah menyedot biaya separo dari seluruh insektisida yang digunakan.
Bila dibanding dengan jagung biasa, jagung Bt memiliki akar yang lebat, sedang yang
biasa akarnya kurus dan jarang.


2.4. Teknik – Teknik dalam Teknologi Transgenik


Teknologi transgenik, sebenarnya sudah diinisiasi sejak tahun 1980 oleh Gordon
bersama peneliti lainnya. Dalam perkembangannya, berkembanglah beberapa teknik
transfer gen yang digunakan; yakni mikroinjeksi, elektroporasi, biolistik dan lipofeksi.
Teknik mikroinjeksi dilakukan dengan cara menyuntikkan konstruksi gen ke
dalam blastodisk telur yang sudah dibuahi dengan bantuan mikromanipulator. Dengan
elektroporasi, telur yang sudah dibuahi direndam dalam jutaan copy DNA dengan dialiri
listrik bervoltase tertentu selama beberapa saat.
Biolistik diterapkan dengan memadukan konsep balistik dan biologi. Dengan
demikian, biolistik melibatkan tembakan partikel mikroskopik yang dilapisi dengan suatu
konstruksi DNA dan diarahkan langsung ke dalam sel. Sedangkan dengan lipofeksi
diterapkan dengan cara mengenkapsulasi konstruksi DNA di dalam fesikel lemak yang
kemudian dibawa ke dalam sel target.


2.5. Jenis – Jenis Tanaman Transgenik


Saat ini ada empat Tanaman Transgenik utama yaitu:1). Kedelai transgenik yang
menguasai 36 persen dari 72 juta hektar (ha) area global tanaman kedelai, 2). Kapas
transgenik yang mencakup 36 persen dari 34 juta hektar, 3). Kanola transgenik , 11
persen dari 25 juta hektar, dan 4). Jagung transgenik, 7 persen dari 140 juta hektar.
Berdasarkan luas area penanaman dan sifat baru yang disisipkan, kedelai transgenik tahan
herbisida menduduki ranking pertama (25,8 juta hektar) diikuti jagung Bt (tahan ulat
pengerek), kanola tahan herbisida, jagung tahan herbisida, kapas tahan herbisida, kapas
Bt dan tahan herbisida, kapas Bt, serta jagung Bt dan tahan herbisida.


2.5.1. Kedelai Transgenik


Tahukah Anda, jika tempe atau tahu bisa membahayakan kesehatan kita? Tempe
dan tahu memang makanan khas Indonesia yang sarat gizi, dan cukup digemari. Namun,
bisa jadi, makanan favorit semua kalangan itu terbuat dari kedelai transgenik. Kedelai
transgenik adalah kedelai yang dikembangkan melalui proses rekayasa genetik. Proses
rekayasa genetik dilakukan dengan menyisipkan sel asing ke dalam tumbuhan tersebut.
Menurut Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Huzna Zahir, banyak
produk pertanian impor yang merupakan hasil rekayasa genetik. Produk tersebut antara
lain kedelai, jagung, dan kentang. Menurut YLKI, produk makanan transgenik dapat
mengakibatkan kelambanan pertumbuhan dan kegagalan reproduksi bagi manusia. YLKI
bahkan sudah melakukan pengujian terhadap produk-produk tersebut.
BPOM ( Badan Pengawasan Obat dan Makanan ) tahun 2002 lalu melakukan
pengujian terhadap produk tahu dan tempe. Kemudian (ditemukan) ada beberapa turunan
lain. Itu positif transgenik. Tahun 2005 pengujian di konsentrasikan ke produk kemasan
dan ditemukan ada tiga sampel yang positif mengandung bahan baku dari tanaman
transgenic. Dua di antaranya kentang dan satu turunan jagung pada produk impor jadi.
Ada (merek) Prinsley, Mister Potatoes, dan Honig. Dan itu dapat menyebabkan
pertumbuhan yang lambat sama kegagalan di reproduksi.
Menurut Kepala Badan Pemeriksa Obat dan Makanan, Husnia, semua produk
kedelai impor asal Amerika Serikat merupakan kedelai transgenik. Dengan demikian
semua produk turunan kedelai impor, seperti tahu, tempe, kecap, dan tauco juga
merupakan bahan makanan transgenik yang berbahaya.


2.5.2. Kapas Transgenik


Komoditas hasil rekayasa genetika yang dikatakan anti hama ini telah memicu
kontroversi di berbagai negara, dan ujicobanya di Kabupaten Bulukumba sejak tahun
2001 pun menuai protes dari banyak pihak. Upaya jalur hukum bahkan ditempuh
sejumlah LSM untuk menggugat penyebaran bibit kapas transgenik.
Sejak uji coba kapas transgenik dimulai pada tahun 2001, Pemerintah Kabupaten
Bulukumba menuai protes dari LSM setempat yang tidak menginginkan daerahnya
dijadikan sebagai uji coba penanaman kapas transgenik. Pemerintah daerah bergeming,
dan bahkan terus menambah luas areal untuk penanaman menjadi 3.500 hektar. Karena
uji coba dianggap sukses maka Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan meyiapkan areal
seluas 25.000 hektar untuk 7 kabupaten dari luas 500.000 hektar areal potensial untuk
penanaman kapas di 23 kabupaten.
Kapas transgenik yang dimaksud disebut sebagai Kapas Bt, yang telah
disuntikkan gen toksin insektisida dari Bacillus thuringiensis (Bt), bakteri tanah alami
yang biasa digunakan sebagai pestisida biologi sejak awal 1960, yang dikloning dan
dimasukkan ke dalam tanaman. Tanaman tersebut kemudian memproduksi sendiri toksin,
di beberapa bagian maupun seluruh tanaman.
Dari wawancara dengan sejumlah petani, terungkap bahwa pengetahuan mereka
tentang kapas transgenik Bt sangat kurang. Mereka hanya mengetahui asal dan nama
bibit ini. Umumnya para petani menyebut kapas ini berdasarkan perusahaan yang
menyalurkan bibit ini. Mengenal jenis kapas transgenik Bt dengan beragam nama masih
ada baiknya meskipun informasi itu sangat kurang lengkap. Ketika mereka ditanya apa
itu kapas Beti , mereka menyebutnya kapas Baranita atau kapas asing dari luar negeri.
Tak adapun satu petani bahkan ketua kelompok tani mengetahui persis jenis varietas
kapas ini. Dan, ironisnya ada petani yang hanya tahu menanam varietas kapas ini dan
memberi pupuk serta pestisida tanpa tahu banyak mengenai dampaknya.
Kehadiran kapas transgenik ternyata memicu lahirnya serangga baru yang lebih
kuat. Serangga baru ini bukan lawan bagi tumbuhan asli, hingga kita harus kehilangan
banyak tumbuhan asli negeri ini.


2.5.3. Jagung Transgenik


Teknik budidaya jagung hibrida konvensional juga masih menggunakan
pendekatan lama. Misalnya saja petani harus terus memantau pertumbuhan tanaman
jagung hampir setiap saat kalau tidak ingin produktivitasnya berkurang. Apabila tanaman
jagung terserang hama-penyakit, para petani memberantasnya dengan menyemprotkan
insektisida. Waktu penyemprotan yang tepat adalah 24 jam sebelum hujan tiba.
Di sisi yang lain terbentang tanaman jagung varietas hibrida-transgenik atau hasil
rekayasa genetika (genetic modified organism/GMO. Benih jagung transgenik (Bacillus
thuringiensis/Bt Corn) yang ditanam itu sudah dimasukkan gen yang tahan terhadap
serangan serangga penggerek batang dan tongkol, juga tahan terhadap insektisida
pembasmi rumput.
Meski usia tanam di antara keduanya sama, tanaman jagung transgenik daunnya
tampak lebih hijau dan segar meskipun bulir jagung mulai berisi penuh dan tinggal satudua
minggu menunggu jagung kering panen. Di antara tanaman jagung hibrida transgenik
juga tidak banyak ditumbuhi gulma alias rumput liar. Lahan jagung terlihat bersih
sehingga pertumbuhan tanaman jagung lebih optimal karena tidak harus berebut nutrisi
dengan rumput liar.
Kondisi sebaliknya terdapat pada tanaman jagung hibrida konvensional. Selain
banyak rumput, warna daun lebih kuning, batang dan tongkol jagung juga banyak
diserang ulat penggerak batang dan tongkol. Berat jenis bulir jagung berkurang dan
akibatnya produktivitas turun.



BAB III
PEMBAHASAN


3.1. Masuknya Produk Pangan Transgenik ke Indonesia


Bahan pangan dari tanaman transgenik sudah barang tentu masuk pula ke
Indonesia, terutama kedelai dan jagung transgenik. Hingga saat ini Pemerintah belum
melakukan kajian untuk menetapkan jenis kedelai, jagung, dan bahan pangan transgenik
apa yang boleh masuk di Indonesia. Indonesia mengimpor produk transgenik seperti
kedelai, jagung, dan kentang dari Amerika Serikat, Kanada, Argentina, dan Australia.
Produk itu melenggang masuk ke Indonesia secara bebas, tanpa proses penelitian dan uji
keamanan, sebagaimana impor beras dan gula.
Menurut Thamrin Latuconsina, Kepala Divisi Barang Modal Direktorat Impor
Departemen Perdagangan, impor kedelai, jagung, ataupun kentang hanya dikenai bea
masuk dan beberapa pajak.
Selama ini, beras dan gula itu biasanya dilakukan verifikasi di negara muat barang
oleh surveyor yang ditunjuk oleh Menperindag. Kepada perusahaan yang bersangkutan,
sebelum melakukan impor, harus barangnya diperiksa oleh surveyor. Dan surveyor
menerbitkan laporan atas kebenaran barang tersebut baik jumlah, kualitas, atau aspekspek
lain di dalamnya. Kalau terhadap kedelai, kentang, itu impornya kita tidak atur. Itu
impornya bebas. Mekanismenya bebas.
Ketidakmampuan menetapkan jenis bahan pangan transgenik yang boleh masuk
berisiko bagi pengusaha makanan yang berorientasi ekspor. Karena, bila bahan
transgenik itu dilarang di negara tujuan ekspor, maka produknya akan ditolak.
Kemampuan Pemerintah melacak dan mengendalikan distribusi bahan pangan
transgenik juga berperan penting. Hingga saat ini kita tidak tahu kemana bahan tersebut
beredar serta digunakan untuk apa. Boleh jadi bahan tersebut yang seharusnya untuk
pakan, karena ketidaktahuan masyarakat atau petani kemudian ditanam. Melalui
penyerbukan silang (sifat ini sangat dominan pada jagung transgenik), jagung lain yang
non transgenik segera berubah menjadi transgenik.
Negara-negara lain seperti Jepang, Uni Eropa, Korea, Taiwan, Australia,
Singapura, beberapa negara Timur Tengah, serta Erropa Timur, menetapkan standar dan
melakukan sendiri analisis keamanan pangan terhadap produk-produk transgenik impor.
Penolakan masyarakat Eropa, Jepang, dan Amerika menyebabkan pangsa pasar produk
pertanian bukan transgenik (non-GMO) meningkat pesat. Hal ini sebenarnya menjadi
kesempatan emas petani-petani Indonesia dengan dukungan Pemerintah.


3.2. Kontroversi Pangan Transgenik di Dunia


Seberapa jauh sebetulnya pangan hasil bioteknologi modern benar-benar
membantu mencukupi kebutuhan pangan dunia? Masalah yang dihadapi dunia saat ini
adalah besarnya jumlah penduduk yang kurang gizi atau malnutrisi (Prakash, 2002).
Menurut Prakash teknologi rDNA atau rekayasa genetika dapat membantu menangani
masalah dunia yang mendesak yaitu kekurangan pangan dan kelaparan.
Teknologi tersebut mampu meningkatkan produktivitas tanaman, menawarkan
varitas tanaman baru yang tahan terhadap hama dan penyakit, serta membantu
melapangkan jalan, bagaimana caranya menumbuhkan tanaman pangan pada lahan-lahan
kritis yang bila dibiarkan begitu saja tak akan dapat mendukung pertanian. Pada lahan
kritis yang kering dan yang kurus haranya atau lahan yang kondisinya kekurangan
aluminium dan besi, teknologi baru itu ternyata menjanjikan dalam menjawab tantangan
tersebut.
Meskipun demikian beberapa tokoh masyarakat dan para pakar masih
mempertanyakan kemampuan tersebut dan berargumentasi, bahwa pemecahan masalah
kelaparan dan malnutrisi sebetulnya terletak pada masalah distribusi yang cepat dari
persediaan pangan yang telah tersedia dan tertimbun serta menumpuk di gudang-gudang
penyimpanan dan bukan pada kurangnya cadangan pangan. Mereka juga berpendapat
para konglomerat yang menguasai industri bioteknologi berusaha membuat petani kecil
pangan tak berdaya dalam memanfaatkan cara tradisional mereka dengan baik.
Di samping suara-suara optimistik seperti disebut di atas, masih banyak yang
prihatin terhadap ketidakpastian tentang akibat jangka panjang serta tingkat bahayanya
terhadap mereka yang mengkonsumsinya. Mereka menuduh para produsen pangan GMO
terlalu tergesa-gesa memasarkan produk tersebut sebelum diketahui secara utuh efek
samping bagi konsumen. Hal itu kadang-kadang ditangkap oleh para anggota partai
politik sebagai bahan debat yang menarik perhatian dan barangkali menguntungkan untuk
menuju jenjang kekuasaan yang mereka idamkan.


3.2.1. Sikap Masyarakat Luar Negeri


Masyarakat Uni Eropa jauh-jauh hari mengharuskan produk transgenik
berlabel. Bukan rahasia lagi, produk transgenik tidak populer di Eropa. Bahkan terhadap
produk GM (genetically modified), sejumlah negara Eropa khawatir, bahkan melarang
(membatasi) penanaman dan mengimpor makanan “terkontaminasi” tanaman GM
(dijuluki “frankenfood”). Mereka juga secara keras memberi nama Montaso, produsen
utama GMO dengan nama Monsatan. Sikap skeptis Eropa didasari oleh tiga hal, yakni
manipulasi gen bertentangan dengan kodrat alami dan tidak etis, hasilnya berbahaya bagi
manusia, dan berdampak buruk bagi lingkungan. Begitu pula di Jepang. Pemerintah
Jepang mewajibkan pelabelan pada 28 produk yang mengandung makanan rekayasa
genetika.
Kekhawatiran terhadap produk GM memunculkan “Surat Terbuka Ilmuwan
Dunia kepada Seluruh Pemerintah Dunia”. Surat tertanggal 21 Oktober 1999 itu
ditandatangani 136 ilmuwan dari 27 negara. Isinya, antara lain meminta penghentian
segera seluruh pelepasan tanaman rekayasa genetika (Genetically Modified Crops) dan
juga produk rekayasa gen (Genetically Modified Products). Alasannya, tanaman GM
tidak memberikan keuntungan. Hasil panennya secara signifikan rendah dan butuh lebih
banyak herbisida. Makin memperkuat monopoli perusahan atas bahan pangan dan
memiskinkan petani kecil. Mencegah perubahan mendasar pada upaya pertanian
berkelanjutan yang dapat menjamin keamanan pangan dan kesehatan dunia.
Sebenarnya sudah ada perjanjian internasional mengenai perdagangan produk
pertanian transgenik, yang tertuang dalam Convention of Bio Diversity atau Konvensi
mengenai Keragaman Hayati. Namun, karena Amerika Serikat tidak mau
menandatangani konvensi tersebut, negara itu tidak bisa diikat dengan konvensi ini.


3.2.2. Reaksi Pemerintah dan Masyarakat Indonesia


Di Indonesia sendiri dalam rangka pengaturan keamanan hayati dan keamanan
pangan suatu produk pertanian hasil rekayasa genetik sperti tanaman transgenik telah
dikeluarkan Keputusan bersama Menteeri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan,
Menteri Kesehatandan Menteri Negara Pangan dan Hortikultura tentang Keamanan
Hayati dan Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetika
Tanaman.No.998.I/Kpts/OT.210/9/99;790.a/Kptrs-IX/1999; 1145A/MENKES/SKB/IX/
199 ; 015A/Nmeneg PHOR/09/1999. Kepusan ini dimaksudkan untuk mengatur dan
mengawasi keamanan hayati dan keamanan pangan pemanfaatan produk pertanian hasil
rekayasa genetika agar tidak merugikan, mengganggu dan membahayakan kesehatan
manusia, keaneka-ragtaman hayati dan lingkungan. Tanggapan masyarakat dalam
menyikapi produk bioteknologi beraneka ragam sesuai dengan informasi yang
didapatnya. Umumnya mengambil sikap anti dan tidak menerima tapi sebaliknya ada
yang menerima dan ada juga yang menerima tapi dengan kehati-hatian.
Dalam UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan Pasal 13 Ayat (1) menyebutkan
bahwa pangan rekayasa genetika wajib diperiksa keamanannya sebelum diedarkan. Ini
diikuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Pangan. Pasal 35 Ayat (1) PP tersebut mewajibkan pencantuman keterangan “pangan
rekayasa genetika” untuk pangan transgenik.
Pemerintah Indonesia juga sebenarnya sudah menandatangi Protokol Cartanegra
mengenai keamanan hayati. Indonesia juga telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. Peraturan
ini mengamanatkan berdirinya komite keamanan pangan transgenik yang hingga hari ini
belum berdiri. Menurut peraturan pemerintah tersebut, ketua komite itu dijabat oleh
Menteri Lingkungan Hidup. Namun, ketika ditanya mengapa komite tersebut belum
dibentuk, Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar mengatakan hal ini terhambat
masalah teknis.
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
konsumen berhak atas keamanan, mendapatkan informasi, memilih, dan mendapatkan
ganti rugi, namun hal itu belum sepenuhnya dilakukan oleh Pemerintah. Pelabelan
produk makanan transgenik juga tidak diwajibkan terhadap produsen. Menurut Ketua
Badapan Pengawasan Obat dan Makanan, Husnia, pelabelan produk makanan transgenik
dilakukan oleh komite keamanan pangan transgenik yang belum juga terbentuk.
Sangatlah sulit membedakan antara produk makanan transgenik dan makanan
biasa. Apalagi bagi masyarakat awam. Perbedaan itu hanya dapat dilihat melalui uji
laboratorium. Tanpa pelabelan, para konsumen tidak bisa membedakan. Tiadanya
pelabelan ini membuat masayarakat selalu waswas dalam membeli makanan
Kekawatiran masyarakat seperti yang diungkapkan hanya bisa terjawab dengan
adanya pelabelan semua produk makanan yang dibuat dari bahan pertanian transgenik
dan pembentukan Komite Keselamatan Pangan Transgenik. Semakin lama Pemerintah
menundanya, semakin banyak warga yang akan menjadi korban.


3.3. Produsen Utama Bibit Tanaman Transgenik


Monsanto merupakan perusahaan penguasa teknologi tanaman transgenik terbesar
di dunia. Dalam statementnya, mereka merupakan penyedia utama produk-produk
pertanian dan pemberi solusi. Perusahaan yang berkantor pusat di Missouri, AS ini
menggunakan inovasi yang tak tertandingi dalam bioteknologi, rekayasa genetika dan
pemeliharaan tanaman untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya dalam
pertanian. Mereka memproduksi benih yang unggul, termasuk yang diberi merek
DEJALB dan Asgrow. Cita-citanya adalah dapat membangun sifat bioteknologi yang
terintegrasi yang dapat mengontrol serangga dan mengontrol gulma dalam diri benih
tesebut. Mereka juga memakai Roundup, herbisida terlaris di dunia, dan herbisida lainnya
yang dapat dikombinasikan dengan benih-benih yang mereka produksi.
Mereka mengelola bisnis dalam dua segmen: Benih dan Rekayasa Genetika (Seed
and Genomics), dan Produktivitas Pertanian (Agricultural Productivity). Segmen Seeds
and Genomics bergerak pada bisnis global benih dan yang terkait dengan pemeliharaan,
bioteknologi, dan rancang bangun teknologi yang berbasis pada rekayasa genetika
tanaman, serta ilmu pengetahuan yang mempelajari dan menggunakan gen-gen dalam
kehidupan tumbuhan. Sedangkan Segmen Agricultural Productivity melingkupi produksi
Roundup dan herbisida lainnya untuk halaman rumput dan taman, dan bisnis ternak.1
Produk Monsanto mencakup 91% dari seluruh wilayah yang ditanami tanaman
organik di seluruh dunia pada tahun 2001. Dua perusahaan besar lainnya adalah Syngenta
dan Aventis CropScience. Ada juga perusahaan yang bermain di benih transgenik seperti
DuPont dan pemilik hak paten untuk teknologi transgenik lain seperti Dow dan Grupo
Pulsar. Monsanto termasuk pemegang hak paten bioteknologi terbesar dengan menguasai
287 hak paten, disusul DuPont: 279, Syngenta: 173, Dow: 157, Aventis: 77, dan Grupo
Pulsar: 382
Berbekal pengalaman melakukan ekspansi penanaman tanaman transgenik di
seantero dunia dan modal yang sangat besar Monsanto mulai masuk ke Indonesia. Kapas
sebagai komoditi non pangan dipilih sebagai jalan masuk ke Indonesia, karena resikonya
lebih rendah. Diduga jika proyek kapas transgenik ini berhasil, akan dilanjutkan dengan
penanaman varietas berikutnya. Hal ini pernah diungkapkan oleh Gubernur Palaguna
pada bulan April 2002, bahwa dirinya minta agar tanaman jagung transgenik yang
ditawarkan PT Monsanto diujicoba di Sulsel selama tiga bulan.3
Monsanto melalui berbagai jalan terjal untuk masuk ke Indonesia. Pendekatan
pertama kali dilakukan melalui pemerintah pusat pada saat Rizal Ramli menjadi Menteri
Koordinator Perekonomian. Pada waktu itu Monsanto dan Pemerintah sudah merancang
sebuah kerjasama untuk membuka lahan penanaman kapas transgenik seluas 10.000 ha.
Untuk menghindari pelimpahan kesalahan pada dirinya maka Rizal berkoordinasi dengan
Menteri Lingkungan Hidup, Sony Keraf dan dia menolaknya. “Sony Keraf telepon ke
saya, waktu itu hubungan kita baik dan concern-nya sama. Kemudian Pak Sony dan
kawan-kawan minta dukungan dari civil society” ujar Tejo. Tejo Wahyu Jatmiko adalah
Direktur Konphalindo, LSM yang menjadi motor penolakan tanaman transgenik di
Indonesia.Dengan adanya kasus ini Konphalindo bersama beberapa LSM di Jakarta
melakukan konsolidasi untuk melakukan penolakan terhadap segala upaya penanaman
tanaman transgenik di Indonesia. Dengan berbagai upayanya, akhirnya terkumpul sekitar
72 lembaga yang menjadi pihak yang menjadi garda depan gerakan anti biota transgenik.
Bisa dikatakan bahwa kelompok inilah yang menjadi batu ganjalan besar bagi Monsanto
untuk menancapkan bisnisnya di Indonesia.
Upaya pertama Monsanto pun gagal total setelah Sony Keraf didukung oleh
pernyataan dari sekitar 72 lembaga dan jaringan NGO menyatakan menolak proyek
tersebut. Akan tetapi bukan Monsanto namanya jika menyerah begitu saja dengan
kekalahan pertama. Dia kemudian melakukan pendekatan kepada pemerintah daerah.
Mereka paham benar bahwa dengan adanya euforia otonomi daerah, pemda biasanya
tidak segan melakukan upaya-upaya untuk kepentingan daerah meskipun tidak sejalan
dengan kebijakan pemerintah pusat.


3.4. Transgenik bagi Kesehatan


3.4.1.Kekhawatiran terhadap tanaman transgenik.
Adanya reaksi alergis pada manusia satu-satunya dampak negatif gangguan
kesehatan yang disebabkan mengkonsumsi bahan pangan transgenik yang sudah dapat
dibuktikan melalui percobaan skinprick testing. Hal ini dibuktikan oleh Nordlee dan
kawan-kawan pada tahun 1996. Oleh karena itu seluruh gen yang dipergunakan
maupun produk yang telah dihasilkan ditarik dari peredaran, sehingga dapat dikatakan
bahwa sampai saat ini belum ada lagi dijumpai keberadaan dampak negatif
mengkonsumsi pangan transgenik terhadap gangguan kesehatan pada manusia.
Disamping hal positif terdapat kekhawatiran dari sebagian masyarakat bahwa tanaman
transgenik akan mengganggu, merugikan dan membahayakan bagi kesehatan manusia.
Berikut akan diuraikan mengenai kekhawatiran dan fakta yang mendukung bahwa
tanaman transgenik merupakan produk yang aman.
1. Kemungkinan menimbulkan keracunan.
Ada kekhawatiran apabila manusia memakan organisme khususnya tanaman
transgenik yang mengandung gen Bt-endotoxin akan mati karena keracunan.
Kekhawatiran tersebut didasari oleh sifat beracun dari gen Bt terhadap serangga, karena
serangga yang memakan tanaman transgeniktersebut akan mati akibat racun gen Bt.
Pendapat ini tidak benar karena gen Bt hanya akan bekerja secara aktif dan bersifat
racun apabila bertemu sinyal penerima (receptor) di dalam usus serangga dari golongan
yang sesuai dengan dengan virulensinya. Gen Cry I hanya manjur untuk serangga
golongan Lepidoptera sedangkan gen Cry III hanya untuk Coleoptera. Usus serangga
mempunyai pH basa sedangkan usus manusia mempunyai pH asam dan tidak memiliki
sinyal penerima Bt. Menurut hasil penelitian gen Bt tidak stabil dan aktif pada pH lebih
kecil dari lima. Selain itu sejak puluhan tahun yang lalu Bt-toxin telah digunakan oleh
petani di negara maju sebagai pestisida hayati yang aman baik terhadap hewan,
serangga berguna maupun manusia. Oleh karena itu secara ilmiah tanaman transgenik
yang mengandung gen Cry tidak akan beracun terhadap manusia.
2. Kemungkinan menimbulkan alergi
Kekhawatiran lain dari tanaman hasil rekayasa genetik adalah sebagai penyebab
alergi. Satu sampai dua persen orang dewasa dan 4-6% anak-anak menderita alergi
akibat makanan. Beberapa komoditas yang digunakan sebagai bahan makanan diketahui
dan dikenal sebagai sumber bahan penyebab alergi (allergen) seperti brazil nut,
crustacean, gandum, ikan, kacang tanah, kedelai dan padi. Sebagai peneliti sebelum
mengisolasi gen interes dari suatu komoditas untuk digunakan dalam perakitan tanaman
transgenik kita harus mengetahui terlebih dahulu sumber-sumber allergen. Penggunaan
gen yang berasal dari sumber allergen harus benar-benar dihindari.
Suatu studi kasus yang relevan yang telah dilakukan adalah perakitan tanaman
transgenik untuk memperoleh kedelai dengan kandungan metionin tinggi, karena
diketahui tanaman kedelai mempunyai kandungan metionin rendah. Oleh karena itu
dilakukan isolasi gen metionin dari tanaman brazil nut yang mengandung metionin
tinggi dan ditransfer ke tanaman kedelai. Perakitan tersebut berjalan dengan sukses dan
diperoleh tanaman kedelai yang mengandung gen metionin. Tetapi setelah dilakukan
pengujian sifat alergi terhadap manusia melalui uji skin prick ternyata hasilnya positif
menyebabkan alergi. Sebagai akibat dari hasil pengujian tersebut maka pengembangan
proyek kedelai transgenik dengan kandungan metionin tinggi dihentikan dan produk
tersebut tidak dapat dikomersialkan.
Semua allergen adalah protein tetapi tidak semua protein adalah allergen.
Makanan atau bahan pangan mengandung puluhan ribu protein, tetapi sedikit sekali
yang bersifat allergen. Allergen dijumpai dalam jumlah yang tinggi di dalam makanan
atau bahan pangan, sebaliknya kandungan protein dari gen interes berjumlah sangat
sedikit. Semua protein allergen bersifat stabil dan memerlukan waktu yang lama untuk
dicerna di dalam sistim pencernaan. Sifat tersebut sangat berbeda dengan protein
tanaman dimana gen donor hanya dalam waktu beberapa detik sudah dapat dicerna.
Selain itu diketahui pula bahwa semua allergen terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam
makanan serta stabil dan aktif pada suhu lebih besar 65oC dan pH 5. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa gen donor sebagai bahan gen transgenik tidak stabil dan aktif pada
suhu lebih besar dari 65oC dan pH 5, sehingga apabila dilakukan pemanasan dalam
proses memasak makanan tidak berfungsi lagi.
3. Kemungkinan menyebabkan bakteri dalam tubuh manusia dan tahan antibiotik.
Ada kekhawatiran lain bahwa penggunaan marka tahan antibiotik seperti
kanamycin resistant (Kan-R) dalam tanaman transgenik menyebabkan bakteri di dalam
tubuh menjadi resisten terhadap antibiotik. Kemungkinan bakteri di dalam tubuh
menjadi resisten karena transfer horizontal gen Kan-R dari tanaman transgenik yang
dikonsumsi ke bakteri di dalam usus adalah sangat kecil. Gen Kan-R yang ditransfer ke
tanaman melalui rekayasa genetika akan terinkorporasi ke dalam genom tanaman.
Sedangkan tanaman tidak mempunyai suatu mekanisme untuk mentransfer gen yang
sudah terinkorporasi tersebut ke bakteri. Terjadinya transformasi pada bakteri
memerlukan suatu kesamaan homologi yang tinggi antara utas DNA donor dan DNA
penerima. Selain itu gen yang ada pada tanaman berada di bawah komando promotor
tanaman yang tidak akan bekerja pada bakteri. Cara yang lebih cepat untuk menjadikan
bakteri dalam tubuh menjadi resisten terhadap antibiotik adalah dengan mengkonsumsi
antibiotik yang berlebihan sewaktu orang sedang sakit. Menurut penelitian, manusia
diestimasi telah mengkonsumsi 1 juta jasad renik tahan kanamicin melalui bahan
pangan seperti sayur-sayuran mentah. Disamping itu secara alami 4 triliun bakteri tahan
kanamicin sudah ada dan menghuni usus manusia. Pernah juga dikatakan adanya
resistensi terhadap beberapa jenis antibiotika apabila mengkonsumsi pangan transgenik,
tetapi setelah diteliti penyebabnya bukan disebabkan karena penggunaan bahan pangan
transgenik tetapi adanya residu antibiotita yang berlebihan pada air susu yang
diproduksi dengan menggunakan bahan transgenik. Setelah ditelusuri ternyata sapisapi
yang disuntik hormon bovinesomatothropine (rBST) menghasilkan produksi susu
yang meningkat.


3.4.2. Berbahayakah Tanaman Transgenik?


Selama produk rekayasa tanaman transgenik dilakukan dengan memasukkan
prinsip-prinsip etika moral maka tanaman transgenik tersebut tidak berbahaya bagi
konsumen. Sebagai contoh, di Indonesia pada awal tahun 2001 dihebohkan dengan kasus
penyedap rasa (monosodium glutamat) yang diproduksi dengan menggunakan enzim
yang diisolasi dari gen babi yang haram hukumnya bagi mereka yang menganut agama
Islam. Hal ini dapat dikategorikan sebagai kekhawatiran yang berdampak negatif
mengkonsumsi bahan transgenik terhadap gangguan etis dan agama.
Di Indonesia sampai saat ini belum ada lagi laporan ilmiah yang telah dibuktikan
menyatakan bahwa mengkonsumsi pangan transgenik menyebabkan gangguan kesehatan
selain reaksi alergis (hal inipun gen dan produknya telah ditarik dari persedaran) maka
dapat dikatakan pada saat ini pangan transgenik belum berbahaya bagi kesehatan.
Di luar negeri telah dikeluarkan petunjuk dan rekomendasi mengenai
bioteknologi dan keamanan pangan. Misalnya di Amerika Serikat keamanan pangan
termasuk produk rekayasa genetika ditangani oleh suatu badan yaitu Food and Drug
Administration (FDA) . Badan ini membuat pedoman keamanan pangan yang bertujuan
untuk memberikan kepastian bahwa produk baru (termasuk yang berasal dari hasil
rekayasa genetika) sebelum dikomersialkan produk tersebut harus aman untuk
dikonsumsi dan masalah keamanan pangan harus dukendalikan dengan baik. FDA akan
melakukan telaah ulang terhadap produk asal tanaman transgenik apabila terdapat
pengeluhan atau pengaduan dari publik yang disertai dengan data yang bersifat ilmiah.
Gen yang ditransfer pada tanaman menghasilkan tanaman transgenik oleh FDA
disepadankan dengan food additive yang dievaluasi secara substansi sepadan. Apabila
bahan pangan baru diketahui secara substansial sepadan dengan bahan pangan yang
telah ada, maka ketentuan keamanan bahan pangan tersebut sama dengan ketentuan
bahan pangan aslinya. Kesepadanan substansial ditentukan berdasarkan : sifat fenotipik,
Karekteristik molekuler, analisis kandungan nutrisi, sifat potensial toksisitas dan nontoksisitas,
sifat alergen dan non-alergen, penggunaan kategori generaly regarded as
save (GRAS) dan tidak melakukan pelabelan bahan pangan yang berasal dari tanaman
transgenik.
Kelompok konsidarasi dari badan international dunia Food and Agriculture
Organization (FAO) memberikan beberapa petunjuk dan rekomendasi mengenai
bioteknologi dan keamanan pangan, yaitu :
1. Peraturan mengenai keamanan pangan yang komprehensif dan diterapkan dengan
baik merupakan hal yang penting untuk melindungi kesehatan konsumen dimana
semua negara harus dapat menempatkan peraturan tersebut seimbang dengan
perkembangan teknologi.
2. Penilaian kesamaan untuk produk rekayasa genetika hendaknya berdasarkan konsep
substansial equivalen.
3. Pemindahan gen dari pangan yang menyebabkan alergi hendaknya dihindari kecuali
telah terbukti bahwa gen yang dipindahkan tidak menunjukkan alergi.
4. Pemindahan gen dari bahan pangan yang mengandung alergen ke organisme lain
tidak boleh dikomersialkan.
5. Senyawa alergen pangan dan sifat dari alergen yang menetapkan immuno genicity
dianjurkan untuk diidentifikasi.
6. FAO akan mengadakan lokakarya untuk membahas dan memutuskan bilamana ada
beberapa gen marka ketahanan antibiotik yang harus dihindarkan dari tanaman
pangan komersial.
7. Perlu ada pangkalan data (data base) tentang pangan dari tanaman, mikroorganisme
pangan, dan pakan.
8 . Validasi metoda sangat diperlukan
9. Negara berkembang harus dibantu dalam pendidikan dan pelatihan tentang keamanan
pangan dan komponen pangan yang ditimbulkan oleh modifikasi genetik
10.Perlu ditingkatkan riset untuk pengembangan metode untuk meningkatkan
kemampuan dalam melakukan penilaian keamanan pangan untuk produk rekayasa
genetik..
3.5. Penerapan Teknologi Rekayasa Genetika dalam Bidang Lain
3.5.1. Pangan Hewani ( Ikan )
Selama ribuan tahun, manusia telah mencoba untuk meningkatkan kualitas
piaraannya melalui seleksi. Dalam abad sebelumnya, dengan meningkatnya pengetahuan
tentang genetic, gene dan genome; ide baru telah terbenak dalam pikiran para breeder:
mungkinkah untuk memodifikasi dan meningkatkan kualitas gene yang ada pada suatu
saat? Hal ini dapat membantu mengurangi dampak genetic negative dari selective
breeding dan perolehan parameter phenotype, yang sangat penting di sector pertanian
atau perikanan. Sungguh saat ini, adalah mungkin untuk memproduksi galur baru dari
hewan yang dimodifikasi secara genetic atau transgenic dengan kekhasan genotype dan
penotipenya.
Teknologi hewan transgenik sendiri, telah dimulai tahun 1980 (Gordon, dkk) yang
ditansformasi dari embrio tikus dengan teknik mikroinjeksi --menggunakan DNA yang
dimurnikan-- ke dalam inti telur yang sudah dibuahi. Tahun 1982, Palmiter dkk telah
menunjukkan teknik ini dengan memperkenalkan konstruksi DNA; menggunakan
promoter berupa sekuen metallothionein tikus yang disambungkan dengan sekuen
pengkode growth hormone (GH) tikus, dan kemudian mentransfernya ke dalam inti telurtelur
tikus yang baru dibuahi. Hasilnya adalah peningkatan pertumbuhan tikus mengalami
peningkatan secara dramatis, jika dibandingkan dengan tikus non transgenik. Hal ini
tentu saja karena di dalam genome DNA tikus transgenik telah terintegrasi konstruksi
GH.
Kepeloporan kerja pada tikus-tikus transgenik ini, telah pula sukses dalam
transformasi genetik pada beberapa hewan lain, termasuk pada ikan. Awal kesuksesan
dalam mikroinjeksi sekuen gen klon ke dalam telur ikan telah dicapai oleh Maclean dan
Talwar (1984) dengan menggunakan telur-telur rainbow trout (Onchorynchus myskiss)
dan Zhu, dkk. (1985) pada telur-telur mas koki (Carassius auratus). Peneliti-peneliti ini
melaporkan kesuksesannya dalam integrasi transgene, ekspresi dan transmisinya pada
rainbow trout dan common carp (Cyprinus carpio); dilaporkan dalam sebuah kerja sama
publikasi tahun 1987 (Maclean et al., 1987). Sejak saat itulah, maka penelitian pada
spesies lain dikembangkan dan diperluas cakupannya (peningkatan pertumbuhan,
ketahanan terhadap penyakit dan toleransi terhadap suhu dingin). Umumnya peneliti
transgenik menggunakan spesies ikan yang bernilai ekonomis penting, dengan fokus pada
peningkatan pertumbuhan.
Pada awalnya, peneliti ikan transgenik hanya menggunakan sekuens dari
mammalia atau virus; karena fungsi material genetik dari ikan masih sangat sedikit
diketahui, dan masih sedikit gene-gene ikan klon yang tersedia. Baru pada pertengahan
tahun 1990-an, informasi tentang sekuens gen ikan secara cepat berkembang. Dan
sekarang, sangatlah mungkin untuk mengisolasi dan menggunakan elemen-elemen
genetik ikan yang keduanya homolog dan menggunakannya sebagai promoter.
Beberapa teknik yang umum digunakan untuk memproduksi ikan transgenik,
antara lain microinjeksi, elektroporasi, biolistik dan lipofeksi. Dengan teknik
mikroinjeksi, jutaan copy konstruksi DNA dimasukkan ke dalam jarum kaca yang
ujungnya berukuran mikro. Dan dengan bantuan mikromanipulator, copy DNA tersebut
dimasukkan ke dalam telur yang sudah dibuahi. Idealnya memang, copy DNA tersebut
nantinya akan menyatu dengan genome inang (telur) dan pelaksanaannya dilakukan
sebelum pembelahan sel pertama (mitosis I). Pembahasan tentang pembelahan sel ini,
telah saya kupas di dalam tulisan tentang poliploidisasi. Menyatunya DNA yang
disuntikkan dengan genome inang, dikenal dengan integrasi. Dan dengannya, maka
diharapkan hasil integrasi itu pun dapat ditemukan di dalam gonad. Sebab, tidak semua
hasil integrasi berjalan dengan sempurna dan dapat diturunkan kepada generasi
berikutnya.
Teknik electroporasi, dilakukan dengan cara merendam telur yang sudah dibuahi
di dalam jutaan copy DNA. Teknik ini juga menggunakan listrik dengan voltase tertentu
yang kemudian dialirkan selama beberapa saat. Harapannya adalah bahwa copy DNA
tersebut dapat melalui dinding sel telur (yang memiliki permeabilitas tinggi). Sebenarnya
masih ada cara lain yang dapat dilakukan untuk teknik ini, yakni dengan cara
mengalirkan listrik tepat melalui animal pole (microphyl) dari telur yang sudah dibuahi.
Sesuai dengan namanya, biolistik menerapkan konsep balistik dan biology.
Dengan demikian, biolistik melibatkan tembakan partikel mikroskopik (biasanya terbuat
dari emas) yang dilapisi dengan suatu konstruksi DNA dan diarahkan secara langsung ke
dalam sel. Beberapa partikel yang dapat digunakan untuk teknik ini, memang masih
sedang diteliti lebih lanjut; termasuk ukuran, bentuk dan komposisi kimianya.
Proses lipofeksi atau liposome-mediated transfection, merupakan salah satu
teknik yang mulai banyak digunakan dalam memproduksi organisme akuatik transgenik
dalam beberapa tahun ini. Lipofeksi memang telah secara luas digunakan dalam proses
transformasi kultur sel pada beberapa penelitian, termasuk enkapsulasi konstruksi DNA
di dalam vesikel lemak (lipid vesicle) dan kemudian membawanya ke dalam sel target.
Dengan cara ini, diharapkan bahwa akan terjadi fusi dengan membran plasma dan atau
endositosis.


3.5.2. Penerapan Transgenik untuk Biofuel ( Gas Alam )


Pergeseran dari penggunaan bahan makanan untuk ketahanan pangan (food
security) ke ketersediaan energi (energy security) melalui biofuel membawa dunia
memasuki fase menentukan. Apakah memberi "makanan" pada kendaraan dan pabrik
jauh lebih bermakna daripada memberi makanan pada manusia. Fakta yang muncul saat
ini, memang mengindikasikan timbangan kepentingan lebih menguntungkan pada tujuan
pertama daripada tujuan kedua. Pembuktiannya pun sederhana, yaitu tinggal melihat
bagaimana harga produk-produk agrofuel (produk pertanian sebagai sumber biofuel)
membumbung di pasaran internasional, hingga pengusaha lokal "ngiler" dan lebih
memilih mengekspor daripada melepas ke pasar domestik untuk kepentingan perut rakyat
Menurut situs pasar Chicago per tanggal 29 Februari 2008, harga jagung untuk
pengiriman dua bulan lagi (Mei) sudah mencapai 556,4 dolar AS per bushel. Sedangkan
harga kacang kedelai untuk pengiriman pada bulan yang sama di pasar berjangka
Chicago juga ikut-ikutan naik menjadi 1.536,50 dolar AS per bushel, dan harga minyak
kedelai menjadi 68,820 dolar AS per pon. Padahal menurut situs yang sama, kenaikan
harga komoditas jagung dunia saat ini dibanding tahun lalu sudah mencapai 32,3 persen,
harga produk kedelai naik 42,0 persen dan harga produk minyak kedelai sebesar 39,4
persen. Belum lagi, produk agrofuel lainnya seperti tebu, yang menjadi produk andalan
Brazil untuk memenuhi lebih dari 50 persen kebutuhan BBM domestik, semakin menjadi
"produk mahal".
Bagaimana dengan Indonesia? Sejauh ini, Indonesia sudah membanjiri produk
kelapa sawit dan jagung ke pasar global untuk memenuhi kebutuhan energi dunia akan
biofuel. Sebagai negara yang dikenal memiliki keunggulan alam tanah yang subur,
Indonesia memiliki banyak peluang untuk menggelontorkan hasil buminya dalam rangka
memenuhi dahaga negara-negara industri di dunia akan energi yang lebih murah dan
ramah lingkungan. Menyadari hal itu, pemerintah pun dengan gencar mendorong agenda
pemanfaatan lahan-lahan kritis untuk tanaman jarak pagar (jatropha curcas). Peluang
besar juga dimiliki produk tebu yang cocok ditanam di beberapa wilayah di Indonesia,
demikian pula singkong, aren dan lain-lain. Momentum, di mana banyak negara di dunia
membutuhkan energi dalam jumlah besar, dan semakin mahalnya bahan bakar fosil harus
dimanfaatkan Indonesia dengan sebaik-baiknya. Tetapi, tentu saja tanpa mengorbankan
ketahanan pangan sehingga rakyat kelaparan, dan tanpa mengorbankan lahan hutan
sehingga tidak berdampak pada lingkungan dan perubahan iklim (climate change).
Pakar Biofuel asal Inggris, Richard Warburton, mengemukakan bahwa selain
pemanfaatan lahan-lahan kritis, negara berkembang seperti Indonesia seharusnya dapat
mengembangkan teknologi rekayasa genetika (Genetically Modified Technology) untuk
menghasilkan tanaman-tanaman agrofuel. Diakuinya, memang banyak pihak yang
menyangsikan teknologi tersebut karena rekayasa genetika masih menjadi hal yang
kontroversial, terutama untuk menghasilkan bahan pangan bagi manusia, seperti yang
terjadi di Eropa Barat. Menurut dia, mereka yang masih menentang teknologi itu masih
belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang masalah yang tengah berkembang di
dunia, terutama tentang defisitnya bahan makanan akibat `demam biofuel.
Pilihan pemanfaatan teknologi rekayasa genetika untuk menghasilkan agrofuel juga
menjadi perhatian Uni Eropa (EU). Komisi Eropa, lembaga eksekutif UE, baru-baru ini
menyampaikan ke Dewan Eropa, yang beranggotakan perwakilan dari anggota UE,
sebuah proposal yang intinya mengizinkan penggunaan teknologi rekayasa genetika
untuk memproduksi kacang kedelai (kode A2704-12) dan sutera (kode LL25) sebagai
bahan makanan dan produk impor. Meski belum ada tanggapan dari Dewan, proposal itu
menyebutkan bahwa berdasarkan kajian yang dilakukan, teknologi tersebut tidak
memiliki resiko apapun terhadap manusia atau hewan atau lingkungan.
Warburton juga mengingatkan, jika kebijakan menghasilkan makanan dengan rekayasa
genetika diadaptasi oleh sebuah negara, maka yang terpenting adalah bagaimana menjaga
agar tidak ada ruang bagi peredaran makanan hasil rekayasa genetika yang tidak
memperoleh izin atau tanpa uji kesehatan.
Kebijakan Pemerintah
Sementara itu, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Arief B.
Witarto, mengatakan bahwa bagaimana adaptasi teknologi rekayasa genetika tersebut
pada produk pertanian sepenuhnya bergantung pada kebijakan pemerintah. Meskipun
demikian, dia mengusulkan agar penerapan teknologi rekayasa genetika itu lebih
diarahkan pada tanaman pertanian non pangan untuk mengurangi pertentangan.
Dalam workshop ilmiah beberapa waktu lalu di Cibinong, diuraikannya,
terungkap fakta bahwa Jepang tengah memanfaatkan teknologi serupa untuk
menghasilkan jamur yang bisa menghancurkan komponen-komponen lignoselulosa dan
selulosa dari chip kayu sehingga bisa dihasilkan biofuel berbasis selulosa.
Selain dukungan regulasi, tambahnya, pemerintah juga perlu menciptakan suasana
yang kondusif untuk pengembangan bioteknologi di Indonesia, seperti dengan memberi
informasi yang jelas, tepat dan tidak berpotensi menciptakan konflik di masyarakat.
Tarik menarik di dunia internasional mengenai pemanfaatan tanaman pertanian
untuk bahan bakar nabati atau bahan pangan memang seharusnya bisa dimanfaatkan
Indonesia, termasuk dengan pemanfaatan teknologi rekayasa genetika. Indonesia tentu
tidak ingin menjadi korban perang kepentingan negara-negara industri yang terus
membutuhkan energi dalam jumlah yang semakin besar dan harga produk komoditas
pertanian semakin mahal.
Kita memang menikmati keuntungan dari semakin mahalnya harga CPO, tetapi
kita juga terpukul oleh semakin mahalnya minyak goreng dan impor kacang kedelai yang
menjadi bahan baku beberapa makanan pokok seperti tahu dan tempe. Apalagi pada
kenyataannya, keuntungan dari ekspor CPO hanya dinikmati segelintir pengusaha,
sementara semakin mahalnya impor kedelai menjadi berita buruk bagi pemerintah dan
masyarakat kecil. Jika memang dibutuhkan, pemerintah dapat mengajukan rancangan
peraturan tentang penerapan teknologi rekayasa genetika, apakah dapat diterapkan pada
tanaman pertanian pangan atau hanya tanaman pertanian non pangan.
Tentu saja, ini artinya termasuk kebutuhan pembiayaan yang dibutuhkan untuk
pengembangan teknologi tersebut.




DAFTAR PUSTAKA


http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1013491543,87388,
http://www.naksara.net/Aquaculture/Genetic/pengembangan-ikan-transgenik-sebuahpengantar.
html
http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1013491543,87388,
http://www.halalguide.info/index.php?option=com_content&task=view&id=1070&Itemi
d=454
http://www.cybertokoh.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=1647
http://id.shvoong.com/tags/transgenik/
http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/1626834-amankah-mengkonsumsitanaman-
transgenik/
http://masenchipz.com/jagung-transgenik-kesuburan-rendah
http://hendra-jaya.blogspot.com/2008/01/bahayakah-tumbuhan-transgenik.html
http://rosyidi.com/kedelai-transgenik-berbahaya/
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0609/08/ipt01.html
http://www.ininnawa.org/article44.html
http://www.kompas.com/read/xml/2008/08/29/13424897/jagung.transgenik.menembus.fil
ipina
http://apasihbiotek.com/index.php?option=com_content&task=view&id=52&Itemid=2
http://www.forplid.net/index.php?option=com_content&task=view&id=51&Itemid=98
http://www.indosiar.com/news/anda-perlu-tahu/68021/kedelai-transgenik-yang-unik
http://apasihbiotek.com/index.php?option=com_content&task=view&id=18&Itemid=9

If you enjoyed this post Subscribe to our feed

No Comment

Posting Komentar